Tirta Empul adalah sebuah pura yang terletak di Desa Manukaya,
Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar, Bali. Lokasinya tepat di
sebelah Istana Presiden di Tampak Siring yang dulu dibangun oleh
presiden Soekarno. Pura Tirta Empul terkenal karena terdapat sumber air
yang hingga kini dijadikan air suci untuk melukat oleh masyarakat dari seluruh pelosok Bali, tak jarang wisatawan yang berkunjung pun tertarik untuk ikut melukat.

Konon terdapat sebuah cerita tentang seorang raja yang bernama
Mayadenawa, Mayadenawa sangat sakti tetapi jahat. Bhatara Indra pun
diutus dari langit untuk membunuh Mayadenawa. Mayadenawa kewalahan lalu
melarikan diri dengan berjalan sambil memiringkan telapak kakinya agar
tidak terdengar oleh Bhatara Indra. Dari sanalah kemudian muncul nama
sebuah desa Tampak Siring. Mayadenawa kemudian meracuni pasukan Bhatara
Indra dengan air yang sudah diracuni, Bhatara Indra lalu menancapkan
sebuah bendera ke tanah dan tersembur air yang dijadikan penangkal racun
Mayadenawa. Konon sumber air itulah yang kini disebut Tirta Empul.
Anda yang tinggal di Bali khususnya umat Hindu tentu tak asing dengan
tempat melukat di Pura Tirta Empul ini. Bagi anda yang dari luar Bali
dan berlibur ke Bali, rasanya mungkin belum lengkap jika belum
jalan-jalan ke Gianyar yang terkenal sebagai pusat seni di Bali, dan
juga jangan lupa mampir ke Pura Tirta Empul dan merasakan suasana sejuk
dan tenang. Jika berkenan, silahkan mencoba untuk melukat dan merasakan
dinginnya air dari pancoran di Tirta Empul.
Beberapa hari yang lalu saya dan kawan2 pergi ke Tirta empul di Tampak
siring. daya magis yang sangat terasa ditempat itu membuat saya ingin
mengetahui asal muasal terjadinya Tirta empul mungkin diantara kalian
ada yang belum tahu ini singkat cerita yang saya peroleh dari berbagai
sumber Suasana mistis begitu kental terasa. Sepi dan sunyi.
Suara gemericik air teduhkan hati dan pikiran.Indahnya Taman Firdaus
dalam kisah Alkitab, terlihat menjadi nyata. Begitu ‘real’. Di Tirta
Empul, pemandangan surgawi begitu mempesona.
Bali memang memiliki
berjuta pesona. Selain alam yang indah, masyarakat Bali terkenal ramah
dan religius. Selain itu, juga memiliki warisan budaya dan sejarah yang
hingga kini masih tetap lestari. Tak heran, pulau yang pernah menjadi
bagian dari Majapahit ini sangat dicintai oleh wisatawan domestik maupun
asing sebagai destinasi favorit para wisatawan. Wisata
sejarah di Bali juga menjadi daya tarik bagi wisatawan selain wisata
alam dan budaya. Banyak biro perjalanan di Bali yang memasukan tujuan
wisata ke tempat-tempat bersejarah, salah satunya Pura Tirta Empul.
Wisatawan yang datang kesini sebagian merupakan masyarakat Bali sendiri
dan sisanya merupakan wisatawan dari dalam dan luar negeri yang
kebanyakan menggunakan jasa biro perjalanan.
Mengunjungi tempat ini, hati ini menjadi tenteram oleh suasana lingkungan yang cozy. Angin yang bertiup semilir begitu menenteramkan jiwa. Siang itu udara tak begitu terik. Maklum saja, tempat ini 'dilindungi' banyak pepohonan besar yang terkesan 'angker'. Seperti umumnya pura di Bali, suasana magis begitu kental terasa.
Yang membedakan, tempat ini terdapat kolam pemandian yang banyak dimanfaatkan para pengunjung untuk sekedar mandi atau pun membasuh badan. Konon, di tempat ini, airnya dipercaya memiliki khasiat tertentu. Para pengunjung yang datang pun diharuskan mematuhi 'peraturan' disini, seperti diharuskan menggunakan kain atau pakaian adat setempat.
Banyak mitos yang berkembang mengenai asal usul tempat yang kini menjadi salah satu destinasi wisata di Pulau Sejuta Pura ini. Para pengunjung yang datang pun menjadi semakin tertarik dengan sejarah masa lalu Pura Tirta Empul yang terletak di Desa Tampak siring, sekitar 36 km dari Denpasar.
Air Suci
Nama Tampak Siring sendiri menurut sejarah diambil dari dua buah kata bahasa Bali, yaitu tampak, yang bermakna telapak , dan siring yang bermakna miring. Menurut sebuah legenda yang terkisah pada daun lontar Usana Bali, nama itu berasal dari bekas telapak kaki seorang Raja yang bernama Mayadenawa. Raja ini pandai dan sakti, tetapi bersifat angkara murka. Ia menganggap dirinya dewa serta menyuruh rakyat menyembahnya.
Sebagai akibat dari tabiat Mayadenawa itu, Bhatara Indra marah dan mengirimkan balatentaranya untuk menghacurkannya. Namun, Mayadenawa berlari masuk hutan. Agar para pengejarnya kehilangan jejak, ia berjalan dengan memiringkan telapak kakinya. Dengan begitu ia berharap agar para pengejarnya tidak mengenali bahwa jejak yang ditinggalkannya itu adalah jejak manusia, yaitu jejak Mayadenawa.
Namun usahanya gagal dan akhirnya Mayadenawa dapat dikalahkan, namun dapat melarikan diri dan sampailah di sebelah utara desa Tampak Siring. Karena kesaktiannya, Mayadenawa menciptakan mata air Cetik yang mengakibatkan banyak para laskar Bhatara Indra yang gugur akibat minum air tersebut.Melihat hal ini maka Bhatara Indra segera menancapkan tombak dan memacarlah air keluar dari tanah, dan mata air ini dipakai untuk memerciki laskarnya sehingga tidak beberapa lama hidup lagi seperti sedia kala.
Mata air yang memancar dinamakan Tirta Empul, yang artinya air suci yang menyembur keluar dair tanah. Air dari Tirta Empul mengalir ke sungai Pekerisan. Sedangkan Taman Permandian Tirta Empul berada di sisi selatan Pura, terdiri dari dua buah kolam yang dipisahkan oleh jalan menuju ke dalam Pura. Kolam permandian dengan 13 pancuran yang ada di barat jalan berfungsi untuk pembersihan rohani dan untuk air suci upacara kematian. Kolam dengan pancuran di timur jalan berfungsi untuk air suci upacara keagamaan. Di halaman luar (jabaan) Pura Tirta Empul juga dibangun kolam renang, serta permandian umum untuk pria dan wanita, berupa pancuran di bagian tenggara halaman. Di sebelah barat pura terletak pada ketinggian adalah istana Presiden Soekarno. Namun sekarang istana tersebut tidak dibuka untuk umum sejak kasus bom Bali.
Taman Permandian
Taman permandian Tirta Empul berada di dalam lingkungan Pura Tirta Empul, yang lokasinya berdekatan dengan Istana Presiden di Desa Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Dari sumber mata air yang disebut tirta empul ini Raja Indra Jaya Singha Warmadewa membangun sebuah taman permandian berupa kolam yang dilengkapi pancuran, sekitar bulan Oktober (Kartika) tahun 1960 Masehi, sesuai dengan dokumen yang ditemukan dalam bentuk prasasti batu di Pura Sakenan Desa Manukaya, Tampaksiring.
Berdasarkan struktur taman yang ada, maka dapat diketahui bahwa bentuk perancangan taman kerajaan di zaman Bali Kuna sangat sederhana, sesuai dengan tingkat peradaban saat itu. Konsepnya didasarkan pada wujud yang fungsional, tetapi estetis. Karena itu wujud rancangan taman permandian Tirta Empul dapat dikatakan memiliki fungsi religius dalam wujud yang fungsional dan estetis. Representasinya dapat dilihat berupa kolam persegi dan bentuk pancuran dengan pola hias yang sederhana. Dan secara psikologis, keberadaan taman permandian di tempat suci (Pura Tirta Empul) yang didukung oleh suasana alam yang asri, akan dapat memberikan kekuatan psikologis kepada orang yang mandi di taman permandian tersebut. Airnya akan diyakini memiliki kekuatan "magis".
Taman permandian Tirta Empul kemudian juga dilengkapi tempat suci pura Tirta Empul pada saat pemerintahan raja suami istri Masula Masuli (Sri Dhanadhiraja Lancana - Sri Dhanadewi Ketu) yang memerintah tahun 1178-1255. Pura Tirta Empul ini dibangun sebagai tempat suci (padharman) Bhatara Indra yang telah menyelamatkan rakyat Bali dari kesewenang-wenangan Raja Mayadanawa, sesuai dengan cerita rakyat yang bersifat mitologi di zaman Bali Kuno. Bangunan-bangunan suci di Pura Tirta Empul merupakan hasil rancangan I Bandesa Wayah. Pada saat pembangunan Pura Tirta Empul inilah, semua pancuran permandian Tirta Empul diberi tanda sesuai dengan fungsinya
Menurut cerita rakyat setempat (folklore) metologi Mayadenawa juga dihubungkan dengan hari raya Galungan yang jatuh pada hari Rebo Kliwon Dungulan. Galungan adalah lambang perjuangan antara Dharma melawan Adharma. bertepatan dengan hari raya Galungan semua seni tari Barong sakral dari desa-desa yang ada di wilayah kabupaten Gianyar dimandikan dengan air suci Tirta Empul. Barong adalah lambang dari kebaikan.
Mengunjungi tempat ini, hati ini menjadi tenteram oleh suasana lingkungan yang cozy. Angin yang bertiup semilir begitu menenteramkan jiwa. Siang itu udara tak begitu terik. Maklum saja, tempat ini 'dilindungi' banyak pepohonan besar yang terkesan 'angker'. Seperti umumnya pura di Bali, suasana magis begitu kental terasa.
Yang membedakan, tempat ini terdapat kolam pemandian yang banyak dimanfaatkan para pengunjung untuk sekedar mandi atau pun membasuh badan. Konon, di tempat ini, airnya dipercaya memiliki khasiat tertentu. Para pengunjung yang datang pun diharuskan mematuhi 'peraturan' disini, seperti diharuskan menggunakan kain atau pakaian adat setempat.
Banyak mitos yang berkembang mengenai asal usul tempat yang kini menjadi salah satu destinasi wisata di Pulau Sejuta Pura ini. Para pengunjung yang datang pun menjadi semakin tertarik dengan sejarah masa lalu Pura Tirta Empul yang terletak di Desa Tampak siring, sekitar 36 km dari Denpasar.
Air Suci
Nama Tampak Siring sendiri menurut sejarah diambil dari dua buah kata bahasa Bali, yaitu tampak, yang bermakna telapak , dan siring yang bermakna miring. Menurut sebuah legenda yang terkisah pada daun lontar Usana Bali, nama itu berasal dari bekas telapak kaki seorang Raja yang bernama Mayadenawa. Raja ini pandai dan sakti, tetapi bersifat angkara murka. Ia menganggap dirinya dewa serta menyuruh rakyat menyembahnya.
Sebagai akibat dari tabiat Mayadenawa itu, Bhatara Indra marah dan mengirimkan balatentaranya untuk menghacurkannya. Namun, Mayadenawa berlari masuk hutan. Agar para pengejarnya kehilangan jejak, ia berjalan dengan memiringkan telapak kakinya. Dengan begitu ia berharap agar para pengejarnya tidak mengenali bahwa jejak yang ditinggalkannya itu adalah jejak manusia, yaitu jejak Mayadenawa.
Namun usahanya gagal dan akhirnya Mayadenawa dapat dikalahkan, namun dapat melarikan diri dan sampailah di sebelah utara desa Tampak Siring. Karena kesaktiannya, Mayadenawa menciptakan mata air Cetik yang mengakibatkan banyak para laskar Bhatara Indra yang gugur akibat minum air tersebut.Melihat hal ini maka Bhatara Indra segera menancapkan tombak dan memacarlah air keluar dari tanah, dan mata air ini dipakai untuk memerciki laskarnya sehingga tidak beberapa lama hidup lagi seperti sedia kala.
Mata air yang memancar dinamakan Tirta Empul, yang artinya air suci yang menyembur keluar dair tanah. Air dari Tirta Empul mengalir ke sungai Pekerisan. Sedangkan Taman Permandian Tirta Empul berada di sisi selatan Pura, terdiri dari dua buah kolam yang dipisahkan oleh jalan menuju ke dalam Pura. Kolam permandian dengan 13 pancuran yang ada di barat jalan berfungsi untuk pembersihan rohani dan untuk air suci upacara kematian. Kolam dengan pancuran di timur jalan berfungsi untuk air suci upacara keagamaan. Di halaman luar (jabaan) Pura Tirta Empul juga dibangun kolam renang, serta permandian umum untuk pria dan wanita, berupa pancuran di bagian tenggara halaman. Di sebelah barat pura terletak pada ketinggian adalah istana Presiden Soekarno. Namun sekarang istana tersebut tidak dibuka untuk umum sejak kasus bom Bali.
Taman Permandian
Taman permandian Tirta Empul berada di dalam lingkungan Pura Tirta Empul, yang lokasinya berdekatan dengan Istana Presiden di Desa Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Dari sumber mata air yang disebut tirta empul ini Raja Indra Jaya Singha Warmadewa membangun sebuah taman permandian berupa kolam yang dilengkapi pancuran, sekitar bulan Oktober (Kartika) tahun 1960 Masehi, sesuai dengan dokumen yang ditemukan dalam bentuk prasasti batu di Pura Sakenan Desa Manukaya, Tampaksiring.
Berdasarkan struktur taman yang ada, maka dapat diketahui bahwa bentuk perancangan taman kerajaan di zaman Bali Kuna sangat sederhana, sesuai dengan tingkat peradaban saat itu. Konsepnya didasarkan pada wujud yang fungsional, tetapi estetis. Karena itu wujud rancangan taman permandian Tirta Empul dapat dikatakan memiliki fungsi religius dalam wujud yang fungsional dan estetis. Representasinya dapat dilihat berupa kolam persegi dan bentuk pancuran dengan pola hias yang sederhana. Dan secara psikologis, keberadaan taman permandian di tempat suci (Pura Tirta Empul) yang didukung oleh suasana alam yang asri, akan dapat memberikan kekuatan psikologis kepada orang yang mandi di taman permandian tersebut. Airnya akan diyakini memiliki kekuatan "magis".
Taman permandian Tirta Empul kemudian juga dilengkapi tempat suci pura Tirta Empul pada saat pemerintahan raja suami istri Masula Masuli (Sri Dhanadhiraja Lancana - Sri Dhanadewi Ketu) yang memerintah tahun 1178-1255. Pura Tirta Empul ini dibangun sebagai tempat suci (padharman) Bhatara Indra yang telah menyelamatkan rakyat Bali dari kesewenang-wenangan Raja Mayadanawa, sesuai dengan cerita rakyat yang bersifat mitologi di zaman Bali Kuno. Bangunan-bangunan suci di Pura Tirta Empul merupakan hasil rancangan I Bandesa Wayah. Pada saat pembangunan Pura Tirta Empul inilah, semua pancuran permandian Tirta Empul diberi tanda sesuai dengan fungsinya
Menurut cerita rakyat setempat (folklore) metologi Mayadenawa juga dihubungkan dengan hari raya Galungan yang jatuh pada hari Rebo Kliwon Dungulan. Galungan adalah lambang perjuangan antara Dharma melawan Adharma. bertepatan dengan hari raya Galungan semua seni tari Barong sakral dari desa-desa yang ada di wilayah kabupaten Gianyar dimandikan dengan air suci Tirta Empul. Barong adalah lambang dari kebaikan.