Rabu, 05 Desember 2012

Asal Mula Pura Uluwatu

Sejarah

 
Pura Uluwatu merupakan salah satu pura Sad kahyangan di Bali, terletak di wilayah desa pecatu, kecamatan kuta, badung, atau di barat daya pulau Bali. Pura Uluwatu merupakan  salah satu pura yang menjadi tujuan para wisatawan. Pura ini berdiri kokoh di atas batu karang yang menjorok ke laut setinggi kurang lebih 80 meter diatas permukaan laut, sambil melihat pura, dari sini pula dapat menikmati keindahan laut (Samudra Hindia) yang berwarna biru serta keindahan sunset. Disebelah timur pura tersebut terdapat Alas kekeran (Hutan Terlarang) yang dihuni oleh ratusan ekor kera dan satwa lainnya. Pura Luwur Uluwatu atau Pura Uluwatu berasal dari kata ulu dan watu, ulu yang berarti kepala atau ujung dan watu berarti batu karang, jadi Uluwatu adalah pura yang di bangun di ujung batu karang. Berdasarkan Lontar Usana Bali, pembangunan Pura Uluwatu diawali oleh Mpu Kuturan pada abad ke 11 dan dilanjutkan oleh Danghyang Nirarta pada abad ke 16. Mpu Kuturan adalah tokoh sejarah yang hidup pada masa pemerintahan Udayana, Marakata dan Anak Wungsu.
      Dalam Lontar Dwijendra Tattwa Danghyang Nirarta dua kali berkunjung ke Pura Uluwatu. Kunjungan pertama ketika beliau melakukan perjalanan mengunjungi tempat-tempat suci. Ketika sampai di Uluwatu, hati beliau tergetar dan mendengar bisikan kalau tempat ini baik untuk memuja tuhan. Beliau memilih tempat ini untuk ngaluwur (melepas jiwatman ) kelak bila saatnya tiba. pada abad 16 setelah Danghyang Nirarta diangkat menjadi pendeta penasehat raja oleh Raja Dalem Waturenggong yang memerintah tahun 1460-1552, beliau melanjutkan pembangunan Pura Uluwatu.
      Dalam kunjungannya yang ke dua ketika Danghyang Nirarta menemui alam moksa (menemui ajal),  beliau bagaikan kilat yang sangat cemerlang masuk ke angkasa, yang disaksikan oleh seorang pelaut.
      Dalam Lontar Padma Bhuwana tersirat bahwa Pura Uluwatu yang terletak pada arah barat daya yang berfungsi untuk memuja Dewa Rudra salah satu Dewata Nawa Sanga. Dewa Rudra merupakan aspek dari Dewa Siwa sebagai pemrelina atau pengembali ke asal mula. Dalam Lontar ini pula tersirat bahwa Pura Uluwatu merupakan kayangan jagat yang di puja oleh seluruh umat hindu.
Sampai saat ini belum ditemukan sumber-sumber tertulis tentang Pura Luhur Uluwatu baik dalam bentuk prasasti maupun Purana (sekarang sedang disusun), akan tetapi terdapat beberapa lontar yang menyebutkan antara lain Lontar Kusuma Dewa, Dwijendra Tattwa dan Padma Bhuwana. Dalam Lontar Kusuma Dewa disebutkan beberapa Kahyangan di Bali termasuk Pura Luhur Uluwatu didirikan yang merupakan sebagai salah satu Sad Kahyangan dan Kahyangan Jagat yang menempati posisi barat daya (Dewa Rudra), pada masa pemerintahan Marakata sekitar abad XI. Sementara itu dalam Lontar Dwijendra Tattwa diceritakan bahwa Danghyang Dwijendra yang diberi bhiseka Pedanda Sakti Wawu Rawuh yaitu seorang Pendeta Hindu dari Daha (Jawa Timur) datang ke Bali bersama keluarganya dalam masa pemerintahan Dalem Waturenggong sekitar tahun 1546 Masehi. Pada waktu itulah dikatakan beliau mendirikan Pura ini, di tempat mana kemudian beliau Moksa atau Ngeluhur, sehingga lama-kelamaan masyarakat menamai pura ini “Pura Luhur Uluwatu”. Jadi dengan demikian Pura Luhur Uluwatu, merupakan Pura Kahyangan Jagat, Sad Kahyangan dan sekaligus merupakan Dhang Kahyangan.
Lokasi
 

Pura ini terletak di sebelah barat Desa Pecatu termasuk wilayah Kecamatan Kuta Selatan, Daerah Tingkat II Badung ± 30 km arah ke selatan dari Kota Denpasar, yaitu di atas tebing yang sangat terjal dengan ketinggian antara 25 – 75 meter dari permukaan laut. Mengenai asal-usul pura ini secara etimologis adalah Luhur = Di Atas, Ulu = Ujung, Watu = Batu. Jadi Pura Luhur Uluwatu artinya pura yang didirikan di atas batu yang menjorok ke laut.
 
Struktur Pura
 

Sebagian besar dari bahan-bahan bangunan pura ini dari palinggih-palinggihnya sampai kepada tembok dan pelatarannya dibuat dari batu karang laut, kecuali atap-atapnya yang dari ijuk, genteng dan ada pula yang memakai sirap. Bangunan Bale Wantilan yang terletak di Jaba Pura, yang bangunannya dibuat dari beton dan atapnya juga dari beton, yang tujuannya menghindari gangguan dari kera. Bangunan pokok yang terdapat di Pura Luhur Uluwatu masing-masing terdiri dari :
1) Jeroan :
  • 1 buah meru tumpang tiga
  • 2 buah bale tajuk di depan sebelah kanan kiri meru
  • 1 buah prasada kecil
  • 1 buah bale piyasan catur pandak
2) Jaba Tengah :
  • 1 buah Candi Agung yang merupakan pemedal dari Jeroan ke Jaba Tengah
  • 1 buah bak tempat menampung air yang khusus akan dipergunakan untuk pembuatan tirtha (air suci)
  • 1 buah Candi Bentar bersayap yang merupakan pintu gerbang keluar dari Jaba Tengah ke Pura Dalem Jurit
  • 2 buah Arca Ganesha
3) Jaba Pura :
Di sebelah kanan terdapat Pura Dalem Jurit, dimana terdapat beberapa bangunan pelinggih antara lain :
  • Bebaturan seperti Tepasana yang dilengkapi 3 buah arca dan 2 buah batu berbentuk perahu kecil
  • 1 buah Gedong tumpang dua.
  • 2 buah Bale Tajuk
  • 1 buah Bale Mundak Sari
  • 1 buah Bale Piyasan
  • 2 buah Pelinggih Penganan
Di jaba sebelah kiri terdapat lagi bangunan-bangunan :
  • 2 buah Pelinggih Tugu
  • 1 buah Pewaregan (Dapur Suci)
  • 1 buah Bale Piyasan
  • 1 buah Bale Murda
  • 1 buah Bale Kulkul
Di jaba bagian bawah yaitu dekat jalan raya setelah turun dari Jaba Pura melalui tangga yang cukup panjang terdapat sebuah bangunan baru untuk Bale Pesanekan yaitu tempat istirahat sejenak mempersiapkan diri sebelum ke Jeroan Pura.
Beberapa benda-benda ataupun bangunan yang merupakan peninggalan purbakala yang terdapat di Pura Luhur Uluwatu masing-masing terdiri dari :
  • Sebuah Paduraksa/Candi Kurung yang berbentuk Gapura bersayap yang diperkirakan dibangun pada abad XV
  • Dua buah Arca Ganesa
  • Sebuah arca yang disebut Ratu Bagus Jurit
  • Dua buah batu yang berbentuk perahu
Pura Parerepan di Banjar Kanginan Desa Pecatu dan Pura Dalem Kulat keduanya mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dengan Pura Luhur Uluwatu. Adapun pengemong Pura Luhur Uluwatu pada masa ini adalah Puri Jero Kuta, Pura Dalem Jurit diempon oleh Puri Celagi Gendong, Pura Dalem Kulat diempon oleh Puri Jero Kuta dam Pura Parerepan diempon oleh Puri Jero Kuta. Oleh karena masa-masa yang lalu beberapa puri pernah pula mengempon Pura Luhur Uluwatu maka pada setiap ada karya di Pura Luhur Uluwatu Puri Jero Kuta dan Puri Celagi Gendong selalu mengadakan konsultasi dengan beberapa puri tersebut antara lain :
  • Puri Pemecutan
  • Puri Denpasar
  • Puri Kesiman
  • Puri Mengwi
Sedangkan Penyiwi/Penyungsung Pura Luhur Uluwatu ini adalah semua umat Hindu Dharma, dimana penyiwi utamanya adalah masyarakat umat Hindu yang ada di Desa Pecatu dan Kabupaten Badung. Adapun pemeliharaan Pura Luhur Uluwatu dan piodalannya pada hari Anggara Kasih Medangsia, setelah kekuasaan raja-raja di Bali berakhir, dilakukan oleh masing-masing Puri Jero Kuta bersama pemangku di Pura Luhur Uluwatu, Pura Dalem Kulat dan Pura Parerepan. Demikian pula dengan Pura Dalem Jurit oleh Puri Celagi Gendong, semuanya bekerja sama dan dibantu oleh Krama Adat Desa Pecatu. Adapun upacara sehari-hari untuk upacara yadnya (Upacara Agama Hindu) diambilkan dari hasil-hasil palaba Pura.
Untuk biaya upacara yang bersifat besar demikian pula biaya perbaikan-perbaikan pelinggih-pelinggih disamping didapat dari hasil palaba pura, juga bantuan dari Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Bali dan Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Badung.