Rabu, 05 Desember 2012

Asal Mula Pura Tanah Lot

PURA Tanah Lot merupakan salah satu objek wisata terbaik di Bali. Pura Tanah Lot memiliki keunikan karena berdiri di pinggir laut. Beberapa mitos dan pantangan diyakini masyarakat sekitar seputar tempat peribadatan ini. Salah satu pantangan adalah jangan membawa kekasih Anda ke Pura Tanah Lot. Tidak jelas bagaimana asal-muasal mitos ini menyebar. Namun bagi masyarakat Bali, pantangan ini diyakini dengan teguh. Masyarakat Bali percaya dengan mitos bahwa jika datang ke Pura Tanah Lot bersama pacar, maka hubungan diyakini tak akan bertahan lama. Hubungan yang dijalani bersama pacar akan merenggang hingga akhirnya putus. Namun, mitos tersebut tidak berlaku bagi yang sudah berkeluarga. Silakan Anda memilih, boleh percaya, boleh juga tidak. Wanita yang sedang hamil dan sedang haid juga dilarang naik ke Pura Tanah Lot. Wanita yang sedang haid dianggap sedang kotor sehingga dilarang melakukan ritual keagamaan. Menurut cerita, pernah ada seorang wanita yang sedang haid hendak berjalan di jembatang penghubung tebing menuju Pura Tanah Lot. Namun, tiba-tiba saja jembatan roboh. Karena itulah, kini sudah tak ada lagi jembatan yang menghubungkan tebing menuju Pura Tanah Lot. Lalu, di Pura Tanah Lot juga terdapat air suci, tepatnya di bawah pura. Air suci ini diyakini bisa mendatangkan rezeki bagi yang meminumnya. Sementara, di seberang Pura Tanah Lot terdapat gua tempat mendekamnya ular yang sangat disucikan masyarakat Bali. Ular ini sangat besar dan berdiam diri di sebuah lubang yang ada di gua. Para wisatawan pun bisa melihat langsung atau memegang langsung ular ini. Untuk memegang ular ini, para wisatawan dikenai biaya sukarela untuk perawatan. Masyarakat Bali juga percaya, ular suci ini sering berpindah-pindah ke pura yang ada di seberangnya. Biasanya, ular suci pergi ke Pura Tanah Lot di malam hari untuk menjaga pura. Tidak sembarang orang bisa naik ke atas Pura Tanah Lot. Hanya pada ritual-ritual tertentu orang boleh naik ke pura. Kalaupun tidak ada ritual atau upacara, harus naik atas seizin pemangku adat.

Menurut legenda, pura ini dibangun oleh seorang brahmana yang mengembara dari Jawa. Ia adalah Danghyang Nirartha yang berhasil menguatkan kepercayaan penduduk Bali akan ajaran Hindu dan membangun Sad Kahyangan tersebut pada abad ke-16. Sejarah pembangunan pura ini erat sekali hubungannya dengan perjalanan Danghyang Nirartha di Pulau Bali. Di tempat ini Danghyang Nirartha pernah menginap satu malam, dalam perjalanannya menuju Badung. Pada saat itu penguasa Tanah Lot, Bendesa Beraben, iri terhadap beliau karena para pengikutnya mulai meninggalkannya dan mengikuti Danghyang Nirartha. Bendesa Beraben menyuruh Danghyang Nirartha untuk meninggalkan Tanah Lot. Ia menyanggupi dan sebelum meninggalkan Tanah Lot beliau dengan kekuatannya memindahkan Bongkahan Batu ke tengah pantai (bukan ke tengah laut) dan membangun pura disana. Ia juga mengubah selendangnya menjadi ular penjaga pura. Ular ini masih ada sampai sekarang dan secara ilmiah ular ini termasuk jenis ular laut yang mempunyai ciri-ciri berekor pipih seperti ikan, warna hitam berbelang kuning dan mempunyai racun 3 kali lebih kuat dari ular cobra. Akhir dari legenda menyebutkan bahwa Bendesa Beraben 'akhirnya' menjadi pengikut Danghyang Nirartha. Pura Kahyangan ini lebih dikenal dengan nama “Pura Tanah Lot” sebagai salah satu penyungsungan jagad. Tentang keindahan di sekitar tempat suci ini sangat terkenal di seluruh nusantara, malahan tidak mustahil sampai ke seluruh dunia.

Tempat ini merupakan salah satu objek wisata di pulau Bali yang semakin tahun jumlah kunjungannya semakin meningkat. Mereka yang berkunjung ke pura atau kahyangan ini, bukan saja wisatawan domestik namun wisatawan dari luar negeri pun sangat ramai.

Bagaimana sejarah perjalanan Danghyang Nirartha ? sampai ke daerah Tabanan tepatnya di Pura Tanah Lot, dapat disarikan sebagai berikut :

Pada waktu Danghyang Nirartha datang kembali ke pura Rambut Siwi di dalam perjalanan beliau keliling pulau Bali, dahulu tatkala beliau baru tiba di Bali dari Blambangan sekitar tahun 1489 masehi, beliau pernah singgah di tempat ini.

Setelah berada di pura Rambut Siwi kemudian beliau melanjutkan perjalanannya menuju alas Purwa (Timur) sebelum berangkat pagi harinya beliau mengadakan pemujaan kepada Sanghyang Sùrya (Sùrya Sewana). Sesudah menyiratkan tìrtha kepada orang-orang yang ikut melakukan persembahyangan lalu beliau keluar dari pura dan berjalan menuju ke arah timur. Perjalanan beliau menyusuri pantai selatan pulau Bali bersama beberapa pengikutnya yang bhakti kepada beliau.

Dalam perjalanan Danghyang Nirartha dapat menyaksikan keindahan alam ombak laut selatan. Beliau sangat kagum atas kebesaran Sang Hyang Widhi yang sudah menciptakan alam yang sangat indah yang dapat memberikan kehidupan bagi manusia. Sebagaimana biasanya Danghyang Nirartha dalam setiap perjalanan selalu membawa lontar dan pengerupak (pisau raut) untuk menulis sesuatu yang dianggap penting baik yang dilihat maupun yang dirasakan kemudian disusun dalam bentuk kakawin.

Karena asyiknya beliau menyaksikan keindahan alam tidak terasa sudah sampai pada suatu tempat yang mana tempat ini terdapat sebuah pulau kecil yang terdiri dari tanah parangan (tanah keras). Disinilah akhirnya beliau beristirahat.


Tidak lama berselang maka berdatanganlah para nelayan menghadap beliau sambil membawa persembahan. Setelah sore hari para nelayan mohon kepada Danghyang Nirartha agar beliau mau menginap di pondoknya masing-masing, namun secara halus beliau menolak karena beliau lebih senang bermalam di pulau kecil ini.Pada malam harinya beliau memberikan ajaran-ajaran agama, susila, ajaran kebajikan lainnya. Yang datang menghadap ke sana.

Tatkala itu Danghyang Nirartha menasehatkan kepada orang-orang agar membangun tempat suci di sana karena menurut pandangan beliau dan getaran bathin, serta petunjuk gaib bahwa tempat itu sangat baik untuk memuja Sang Hyang Widhi. Setelah beliau meninggalkan tempat itu maka orang-orang yang mendapat petuah beliau segera membangun tempat suci yang kini dikenal dengan nama Pura Tanah Lot.